Memilih Minyak Goreng yang Baik

Tips Memilih Minyak Goreng yang Baik

Minyak Goreng Jernih Makanan hasil proses penggorengan seperti keripik dan jajanan goreng lainnya semakin digemari masyarakat. Di sisi lain, kini gencar dikampanyekan bahaya mengkonsumsi makanan yang digoreng karena dapat menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah, sehingga mengakibatkan penyakit jantung koroner maupun stroke. Hal ini tidak sepenuhnya keliru, tetapi perlu dikaji secara proporsional agar masyarakat baik konsumen maupun produsen lebih bijak dalam bersikap.
Jika kita sebagai produsen makanan yang digoreng, maka perlu mengenal lebih dekat dengan bahan utama dalam proses penggorengan yakni minyak goreng. Hal ini diperlukan agar kita sebagai produsen dapat mengetahui minyak goreng yang berkualitas baik, karena dapat mempengaruhi citarasa (rasa, flavour, dan aroma) dari makanan yang digoreng. Dengan mengetahui cara penggunaan minyak goreng yang benar maka kita sebagai produsen dapat memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan tidak merugikan kesehatan konsumen.
Menurut Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS seorang Guru Besar dari Institut Pertanian Bogor, seperti dikutip Harian Media Indonesia, minimnya pengetahuan para pengguna minyak goreng baik ibu rumah tangga maupun produsen makanan gorengan tentang minyak goreng dapat menimbulkan kerugian. Mereka biasanya akan berpedoman pada iklan atau promosi yang dilakukan produsen minyak goreng. Padahal dalam mempromosikan produknya itu, produsen seringkali melanggar norma dan etika bisnis.
Minyak kelapa, dulunya merupakan satu-satunya minyak goreng yang digunakan di Indonesia tapi kini pasarannya semakin terdesak oleh minyak sawit. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah tinggi sehingga kerap ‘dituduh’ sebagai biang penyakit jantung koroner. Selain minyak kelapa ada juga jenis minyak lain yaitu minyak kedelai, minyak jagung dan minyak zaitun. Jenis minyak ini tidak beredar banyak di pasaran. Umumnya digunakan sebagai minyak makan untuk program diet kesehatan.
Jenis minyak goreng yang umum beredar di pasaran adalah minyak kelapa sawit murni. Minyak kelapa sawit dihasilkan melalui proses pemanasan dan pengepresan buah sawit. Sebagai hasilnya akan diperoleh minyak sawit mentah (CPO – crude palm oil) berwarna jingga kemerahan yang mengandung beta-karoten (sekitar 400-700 ppm). Minyak mentah ini terdiri atas dua fraksi, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein).
Agar menjadi minyak goreng, minyak sawit mentah ini mengalami proses rafinasi (refining) pertama, yaitu penetralan, pencucian, penghilangan warna (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Sehingga diperoleh Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang terdiri atas dua fraksi yaitu fraksi padat dan fraksi cair. Proses rafinasi kedua adalah proses fraksinasi yang sering juga disebut sebagai proses penyaringan.
Proses fraksinasi kedua ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dari fraksi cair. Caranya dilakukan dengan menurunkan suhu minyak (menjadi 20 0 C) kemudian disaring sehingga fraksi padat bisa dipisahkan dari fraksi cair. Fraksi padat yang terkandung dalam fraksi cair itu dikenal sebagai Solid Fat Content (SFC). Minyak goreng sawit yang diperoleh dari proses fraksinasi tunggal pada suhu 10 derajat Celcius mengandung sekitar 15-20% SFC, sedangkan yang diperoleh dari proses fraksinasi ganda hanya mengandung sekitar 0-5% SFC.
Minyak goreng sawit fraksinasi ganda selalu akan berbentuk cair pada suhu rendah karena kandungan SFC-nya juga rendah. Sedangkan minyak goreng sawit fraksinasi tunggal akan membeku apabila direndam dalam air es karena kandungan SFC-nya lebih tinggi. Dengan kata lain, kandungan asam lemak tak jenuh minyak goreng sawit fraksinasi ganda lebih tinggi ketimbang produk fraksinasi tunggal. Hal ini lalu dikaitkan dengan keadaan minyak (lemak) dalam tubuh.
Sesungguhnya terlalu berlebihan bila kita mempermasalahkan komposisi asam lemak dari minyak goreng yang digunakan. Misalnya, disebutkan minyak goreng yang mengandung asam lemak tidak jenuh lebih baik dibandingkan minyak yang mengandung asam lemak jenuh. Pertama, jumlah minyak yang terdapat dalam makanan yang digoreng relatif sedikit (kecuali bahan pangan yang ditumis) dan kedua, dalam proses penggorengan akan terjadi kerusakan asam lemak tidak jenuh karena tingginya suhu selama proses penggorengan (sekitar 150-180 0C). Sehingga jumlah asam lemak tidak jenuh yang diharapkan akan terkonsumsi, sesungguhnya sangat sedikit.
Penyakit jantung koroner tidak hanya disebabkan karena mengkonsumsi asam lemak jenuh. Banyak faktor lain yang harus diperhatikan. Secara ilmiah telah dibuktikan, konsumsi minyak kelapa maupun minyak sawit, walaupun keduanya mengandung asam lemak jenuh relatif tinggi, tidak menyebabkan atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah) dan penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan karena asam lemak jenuhnya mengandung rantai karbon medium (tidak seperti halnya lemak hewan) sehingga di dalam tubuh lebih banyak digunakan sebagai sumber energi dan tidak meningkatkan kadar kolesterol (LDL) dalam darah.
Konsumsi asam lemak tak jenuh yang berlebihan akan membahayakan kesehatan karena dapat membentuk lebih banyak senyawa radikal dalam tubuh. Sesuatu yang dapat merusak sel-sel dan jaringan tubuh. Sebuah penelitian membuktikan, konsumsi asam lemak tidak jenuh yang berlebihan justru akan meningkatkan peluang atherosclerosis lantaran rusaknya pembuluh darah oleh senyawa radikal itu. Para ahli selalu menganjurkan pemakaian asam lemak tidak jenuh tinggi harus disertai pula dengan konsumsi vitamin E yang tinggi pula.
Ikatan Dokter Ahli Jantung di AS menganjurkan agar konsumsi minyak/lemak dibatasi sekitar 30% dari total kalori yang dikonsumsi (sekitar 90-100 g minyak/lemak per hari). Minyak/lemak tersebut harus terdiri dari 10% mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid – SFA), 10% asam lemak tidak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acid – MUFA) dan 10% asam lemak tidak jenuh jamak (poly-unsaturated fatty acid – PUFA).
Keterangan ini jelas mengindikasikan bahwa konsumsi asam lemak jenuh dibolehkan dalam jumlah yang wajar. Apalagi bila sumbernya hanya dari makanan yang digoreng dengan jumlah relatif sedikit. Memang terdapat bukti ilmiah bahwa asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan kadar kolesterol dan dapat mencegah timbulnya atherosclerosis maupun penyakit jantung koroner. Namun minyak tersebut harus dikonsumsi dalam keadaan mentah bukan sebagai minyak goreng, misalnya sebagai minyak salad (salad oil). Apalagi kalau ada produsen yang mengklaim bahwa produk minyak gorengnya tak mengandung kolesterol. Ini sudah benar-benar keliru karena semua jenis minyak goreng yang berasal dari bahan nabati, tidak mengandung kolesterol.
Memilih minyak goreng yang baik sesungguhnya dapat dilakukan secara sederhana. Pertama, lihat kejernihannya (bukan warnanya); kedua, cium baunya apakah tengik atau tidak. Minyak goreng yang baik itu jernih dan tidak berbau tengik. Minyak goreng yang membeku karena disimpan di ruangan berpendingin akan tampak keputih-putihan. Itu tidak berarti rusak tetapi karena kandungan asam lemak jenuhnya relatif tinggi sehingga lebih cepat membeku dibanding minyak yang lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.
Umur simpan minyak goreng akan menjadi lebih lama jika menggunakan mesin penggoreng hampa (mesin vacuum frying) karena minyak tidak dipanaskan dengan suhu tinggi sehingga tidak cepat mengalami kerusakan. Pada proses penggorengan hampa minyak goreng bekerja hanya separuh dari titik didihnya yaitu antara 80-90 0C.
Demikian sharing artikel kita kali ini, semoga bermanfaat. Pastikan diri Anda sebagai orang pertama yang mendapatkan update informasi dari kami dengan mendaftarkan nama dan alamat email Anda dalam sistem newsletter kami.
Terima kasih.
Sumber:
1. Sebagian mengutip dari Muchtadi, Deddy., Prof.Dr.Ir.MS. 1999. Memilih Minyak Goreng yang Baik. Harian Media Indonesia. Dalam Info teknologi Pangan web.ipb.ac.id
2. Gambar:www.sehatnews.com

Comments

Popular Posts